Rabu, 26 Juli 2023

Genap Satu Tahun, Lelaki Pemarah dan Suka Protes itu Kembali Untuk Selamanya

Pada tanggal 7 Desember 2015, Lahir dengan sempurna, menangis seperti bayi pada umunya, sebagai tanda ia telah datang di dunia setelah sekian lama tumbuh dalam alam Rahim seorang ibu.

Sejak itu, Nampak wajah seluruh keluarga berseri memenuhi ruangan bersalin, satu persatu saling menatap bahagia menyambut datangnya sang permata.

Ditengah kebahagian itu, ada satu suasana terasa ganjil, Kelahiran seorang Malaikat, lucu dan menggemaskan itu tanpa didampingi ayah. Sebelumnya, ayah meminta maaf karena Ayah sedang diperantauan.

Ayah sedang berjuang ditengah kerasnya ibu kota (Jakarta). Lima belas hari pasca kelahiran, saya memutuskan kembali  menjenguk buah hati kami tercinta. Sejak itulah, Seorang malaikat yang lucu dan imut itu, Kami beri Nama Muhammad Zafran.

Bukan tanpa makna, sebab nama adalah sebuah tanda. Setiap manusia memiliki rahasia, yang termaktub dalam namanya. Ada satu nama yang selalu menginspirasi bagi setiap orang Islam untuk memberi nama depan bagi anak-anak mereka, Yakni Muhammad.

Bayi mungil dan Lucu itu kami diberi nama, Muhammad Zafran. Zafran sendiri artinya pemenang. Jika digabungkan artinya, Muhammad Sang Pemenang.

Waktu kian berlalu, Muhammad Zafran tumbuh besar, Merangkak lalu berjalan seperti anak-anak pada umumnya. Aktif, pintar,suka ngambek (Pang Maraju), suka marah-marah.

Sejak itu, Zafran telah memasuki usia lima tahun lebih, saya dan ibunya memutuskan untuk menyekolahkanya di PAUD Kartika Jaya Mandaong Bacan Selatan. 

Kami sangat bahagia, meski di sekolah, Zafran termasuk siswa pendiam dan pemalu, tapi soal kemampuannya, tak kalah penting dengan siswa lainya. Beberapa moment paling lucu adalah, ketika pulang, di atas motor ia selalu memberi protes.

"Papa, Sekolah satu pe panas, Tara ada kipas angin Kong. Baru Ibu guru tu dong marah-marah turus". Protesnya terdengar lucu, namanya juga anak kecil..

Setelah setahun selesai sekolah di PAUD Kartika Jaya, Kami memutuskan untuk menyekolahkanya di Sekolah Dasar Negeri Papaloang.

Saya dan ibunya, Sangat bahagia, melihat anak semata wayang, buah hati kami tercinta telah tumbuh besar, kini telah mengenakan seragam Merah Putih. Waktu terus berlalu, seperti biasa, antar dan menjemput adalah rutinitas saya dan istri tak pernah alpa.

Satu waktu, saya lagi sibuk, di seberang, beberapa hari kemudian saya ditelfon sama ibunya. "Abi, Ke Bacan dulu, Zafran dia sake" tidak seperti biasanya, suara ibunya terdengar sangat Meluluh. 

Saya diam, dan Bergumam. "Kayanya, Zafran dia Sake Serius"  saya pun bergegas cek rute kapal Veri ke Bacan. Sore itu juga saya tiba dirumah, dari depan pintu sudah terdengar suaranya merintih.

Kami saling berpelukan, ia menangis sangat keras, entah ia sangat merindukan saya, atau bisa jadi ini adalah tanda, bahwa ia sedang tidak baik-baik saja. 

Waktu itu, tepat pada tanggal 27 Juli 2022 Tubuhnya telah Kaku, tatapnya telah membatu, Sebagai pertanda, Lelaki berumur 7 tahun, Lucu, suka protes dan Pemarah itu Pergi untuk Selama-lamanya.

Selamat Jalan Nak Zafran, engkau masih belia, belum ada noda dan dosa, engkau akan ditempatkan di surganya Allah, bersama Nabi Ibrahim beserta seluruh keluarganya.

Jika suatu kelak, ayah dan ibu telah kembali, kembali ke jalan yang telah engkau dahului, semoga engkau menjadi penolong bagi kami. Doa kami selalu menyertaimu. Nak Zafran, Kau tak akan pernah hilang dan memori hidup kami, engkau tak akan pernah hilang dari perasaan cinta untuk memilikmu, meski engkau telah Abadi.


Selamat Jalan, Muhammad Zafran.

Telah Genap satu tahun, engkau memulai hidupmu dalam dunia Mu Yang Baru.

Innalillahi Wainnailaihi Raziun.

(Segala kepunyaan Hanya Miliknya, akan kembali kepadanya).


Kamis, 25 Januari 2018

Orang Miskin Di Larang Berpolitik

Pernah dalam satu waktu, berdiskusi dengan beberapa orang teman. Kebutukan mereka sedikit nyambung ketika diajak berdiskusi, apalagi diskusi yang menelaah seputar dinamika politik tanah air.
Dalam kesempatan itu, di tengah kebingungan untuk menentukan tema diskusi apa yang lebih seksi untuk di bedah secara Ilmiah. Saya kemudian menawarkan kepada beberapa sejawat diskusi saya. Bagaimana kalau tema Kita hari ini tentang "Orang Miskin Di Larang Berpolitik". Spontan, mereka ikut setuju dengan berbagai alasan-alasan yang cukup relistis.
Diskusi pada saat itu pun berlangsung alot. Membahasa politik di tengah orang-orang yang di rundung fanatisme politis pasti memanas. Ada segelintir kelompok tertentu kerap kali melihat politik sebagai sudut pandang penting untuk mempertegas solidaritas sosial mereka.

Misalnya, politik identitas, dimana Identitas Suku, Agama, budaya, dan adat istiadat seringkali dijadikan fasilitas yang memungkinkan sebuah kekuasaan dapat tercapai. Banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh setiap negara yang menganut sistem demokrasi seperti indonesia.

Meskipun, faktor kultural merupakan bagian dari dimensi sosial yang ikut pengaruhi konstelasi politik indonesia, bahkan sampe tingkat daerah. Disisi lain, tak bisa di nafikan bahwa politik dan ekonomi berjalan beriringan. Apa yang pernah disentil Marx diberbagai literasi yaitu, Ekonomi membentuk super struktur sosial suatu masyarakat, atau individu.

Istilah lebih sederhana dalam konteks politik adalah siapa yang mempunyai banyak uang, kemenangan akan berpihak kepadanya. Ketika seorang individu berhasil meraih apa yang diinginkan, dan berhasil membentuk prestise di dalam peran serta kapasitasnya.

realitas terkait dengan tradisi dan budaya dalam dunia politik. Bahkan telah mengepung pola hidup, cara berpikir, dan tindakan sehari-hari. Semua pasti telah melegitimasi secara total, bahkan jauh dari absurditas. Dalam suatu kontestasi politik, biaya politik (Political Cost) merupakan pra syarat utama bagi setiap orang yang mau mencalonkan diri. Baik sebagai Calon Gubernur,Bupati/walikota, legislatif, dan presiden.

Tentu alasan sudah sangat jelas, dinamika pengelolaan sistem demokrasi kurang Fair Play membibit praktek-praktek politik kotor. Bagi seorang calon kepala daerah, mental yang kuat, pengalaman segudang, prestasi gemilang, tak akan menjamin sebuah kemenangan dalam sebuah kompetisi. Biaya Politik (Political Cost) dan Politik Uang (Money Politik) adalah tradisi yang akan menjamin kemenangan dapat tercapai.

lemahnya sistem kekuasaan, dan regulasi dalam memproteksi problematika sosial politik yang tengah membentuk sebuah lebirin demokrasi ini. Ongkos perpolitik kian lama semakin meninggi membuat sejumlah orang memilih menjongos di orang-orang yang mempunyai modal yang cukup.

Arus percaturan politik semakin deras, orang-orang bermodal atau pengusaha pun bergiat terjun di dunia politik. Dulu selalu tampil sebagai pihak ketiga untuk mendanai kepentingan para penguasa. Sekarang justru mulai terbalik, Pengusaha berambisi jadi penguasa dalam rangka melindungi investasi pribadinya, atau betul-betul ingin berkuasa agar lebih kaya lagi.

Makna demokrasi menurut Abraham Lincoln "Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Dan Untuk Rakyat" sepertinya mengalami sebuah pergeseran makna amat jauh. Realitas sosial politik yang ada, demokrasi paling pas di terjemahkan "Dari Pemodal, Oleh Pemudal, dan Untuk Pemodal".

Charles Darwin dalam teori Evolusinya, menyebut yang kuat akan bertahan, sedangkan yang lemah akan tergilas. Suatu saat nanti, sistem demokrasi kita bertekuk lutut di bawah ketiak asing atau pemodal asing. Kiranya sedikit terbukti, setiap dentuman kebijakan terkesan kurang memihak kepada rakyat kecil.

Ketika kelompok pemodal suatu saat mampu merebut hati rakyat demi kekuasaanya. Distulah kemudian secara otomatis membentuk Midset setiap orang melihat politik sebagai sudut pandang peluang-peluang ekonomi.

Demokrasi dan politik kita berpihak kepada orang-orang yang beruang. Punya saham di mana-mana, dan punya relasi sangat kuat kepada penguasa yang lainya. Anak-anak muda harapan bangsa, meskin berjiwa patriot, ingin masuk ke dalam sebuah sistem kekuasaan untuk mengubah nasib rakyat. Tapi terkepung dengan paradigma Politik matrialistik.

Anak-anak muda yang berpotensi untuk mengawal aspirasi masyarakat. Akhirnya mengurungkan niat untuk tidak terlibat dalam politik praktis. Apalagi ikut bertarung merebut kekuasaan. Politik dan demokrasi di bangsa ini berbalut kan kapitalisme yang luar biasa.

Demokrasi hanya menyediakan ruang hanya untuk mereka yang punya ongkos politik yang cukup. Membayar partai politik, membangun kontrak politik dengan pengusaha atau pemodal.

Orang miskin di larang berpolitik. Jika orang miskin tetap saja ngotot untuk menjadi pemimpin yang ada kiranya tak semuda mengedipkan mata.

Rabu, 17 Januari 2018

Kebekuan Arena Intelektual

Hidup di tengah lajunya gelombang perubahan sangat pesat ini memperkecil ruang gerak dalam menentukan identitas, penyuguhan informasi dari berbagai realitas membuat kita semakin sulit menentukan pilihan hidup, arah pemikiran, terlebihnya soal selera untuk bertindak. Ruang serta arena interaksi di mana kian lama semakin tereduksi ke dalam dimensi kepentingan kelompok, secara politik, maupun dari konteks ilmu pengetahuan. Sejauh menelusuri setiap insiden atau peristiwa menakjubkan, sebagai wujud dari kecelakaan berpikir terhadap proses menentukan nilai-nilai sosial yang seharusnya tidak pantas terjadi. Korupsi, kolusi, nepotisme adalah contoh kecil yang sangat sulit di hindari di dalam dinamika kekuasaan kontemporer. Benar adanya bahwa, praktek dan budaya tiga sifat sosial dan individu destruktif itu sudah menjadi hakekat perubahan sosial yang tidak terstruktur. Tugas pokok lembaga penegak hukum, untuk memberantas kejahatan kekuasaan yang di sebut korupsi ini, hampir sekedar menjadi pokok wacana public, terjadi letupan perselesihan yang sangat sulit di sudahi secara baik. Peran utama para elit-elit negara, atau pemegang otoritas menyeret misi utama negara itu sendiri. Kepentingan ummat dan bangsa dikesampingkan, dan di jadikan urusan kesekian membuat tubuh negara ini mengalami kehancuran yang mengakut. Sebagian orang melitih bahwa korupsi adalah imbas dari lemahnya proteksi sistem ketatanegaraan, lemahnya peran birokrasi dalam hal pelayanan public, disisi lain birokrasi sendiri tidak demokratis, ujung-ujungnya birokrasi diarahkan sebagai failitas kepentingan politik. Semakin lama peran negara menransformasi trust publik, di mana pada awalnya negara dipercaya sebagai kendaraan ideal bagi kepentingan cita-cita bersama, yakni keadilan sosial, dan kesejahteraan umum sukar di gapai.
Lalu siapa yang patut bertanggung jawab atas kondisi sosial carut marut seperti ini. Padahal semua kewenangan secara legal rasioanl sepenuhnya diserahkan kepada otoritas negara, yang berkewajiban menjalankan seluruh apa yang menjadi kepentingan umum. Lembaga negara diibaratkan seperti sebuah teks yang belum selesai terdefenisikan secara utuh, sebab konteksnya jauh dari apa yang dicita-citakan oleh negara ini. Peristiwa-peristiwa sosial terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat seperti bom waktu, kapan dan dimana saja bias meletup secara tiba-tiba. Persaingan dan pertempuran anatar kelompok terlegitimasi secara diam-diam. Terutama oleh masyarakat, atau public, rakyat terus dilanda kerisauan berdurasi panjang.
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah niat baik, atau ketundukan terhadap ideology politik jauh lebih kuat di banding tujuan utama dalam sistem bernegara kita. Tentu, siapa saja pasti melihat situasi dan kondisi seperti ini sesuai dengan pengetahuan serta pengalaman dibidangnya masing-masing. Dari segi politik, gelombang pertempuran dan benturan kepentingan sangat kuat di dalam sistem pemerintahan yang berlaku. Misalnya, sistem birokrasi kita yang terkesan berjalan setengah hati, proses perubahan sistem dalam ranah birokrasi selalu beradaptasi dengan bentuk serta keinginan yang lahir dari bentuk-bentuk selera politik.
Unsur keadilan, dan kejujuran perlahan mongering, karena dominasi politik tanpa kenal pamrih itu memberikan batasan-batasan khusus bagi tindakan setiap individu dan kelompok yang berikrar diri sebagai abdi negara tersebut. Penekanan dan batasan ruang gerak di dalam sistem birokrasi kita umpamanya adalah, ancaman-ancaman pemecatan, pemutasian wilyah kerja, membuat segelintir para abdi negara berpikir seribu kali untuk menentang perintah itu. Mau dan tidak mau, tunduk pasrah dengan segala ketundukan bersifat mora, kebekuan rasa dan nurani atas kedaya kritisan setiap orang. Melawan atau ikut dalam kompromi kekuasan dari konteks politik adalah jalan paling pantas di pilih oleh sebagian besar orang, takur terhadap resiko-resiko kekasaan menjadi momok sangat menakutkan.
Rasa takut seakan-akan bukan merupakan hakekat dasar dari sifat manusia, melainkan tercipta dari bentuk-bentuk kekuasaan yang menindas. Lembaga-lembaga negara di bangun dalam rangka membendung gelombang kejahatan kekuasaan pun ikut terseret kedalam ruang-ruang pertempuran kepentingan kurang sehat tersebut. Pada posisi ini, distrust public terhadap negara, dan para eliti-elit politik hampir semuanya bersumber dari aslasan yang sama. Terobosan-terobosan pembangunan berskala makro tak selemanya di tafsirkan sebagai implementasi niat baik sebuah negara, justru fenomena pembangunan syarat kapitalisme, hanya menguntungkan pihak-pihak elit.
Dalam situasi seperti ini, ruang-ruang piblik terdiagnosa syarat politik, arena-arena intelektual sejatinya merupakan wadah dan saluran sangat idel mengemas, mengolah kedaya kritisan terutama kalangan generasi muda untuk merawan idealisme yang waras, kini mengalami sebuah tabrakan besar. Dinamika sosial kalangan generasi muda pun dicemari spirit kepentingan politis. Meskipun politik bukanlah sesuatu yang haram, setidaknya kalangan intelektual menjadi poros antithesis bagi kondisi bangsa dan negara yang kian menuju jurang kehancuran ini. Ruang-ruang public seharusnya di jadikan arena membangun kekuatan intelektual, membentuk legitimasi intelektual, bukan menjadikan ruang public sebagai arena mendidik diri berwatak borjuis.
negara indonesia di daulat mengalami status darurat narkoba dan korupsi. Dimana narkoba di dominasi generasi muda, sedangkan korupsi sangat identic dengan generasi tua. Meskipun demikian, pengguna narkoba sangat mudah teridentifikasi secara dini, terklasifikasi secara sistematis. Artinya bahwa tidak semua anak muda berpotensi menjadi pengedar dan peandu narkoba. Tetapi apa yang kemudian kita lihat di kalangan generasi tua, bahwa tak satupun mampu mengidentifikasi secara dini sebab sistem bernegara-, dan tatanan birokrasi kita masih cenderung beraroma busuk. Konstitusi serta regulasi kita lahir dari rumusan-rumusan politik berbasis kepentingan kelompk. Peraturan-peraturan yang di buat oleh pemerintah mempunyai celah dan kelemahan sangat kentara, selain itu sistem birokrasi kita mendidik para abdi negara menghidupakn akar-akar budaya korupsi dan sebagainya. Kita ambil contohnya, di dalam isntansi pemerintah hampir sebagain besar di temukan praktek-praktek pungli dan sebagainya.
Apa jadinya bangsa ini, jika generasi penerus bangsa yang masih dalam tahap tumbuh dan berkembang, tak lagi menemuakn ruang-ruang kritis,dan idealis. Sementara kekuasaan sendiri telah berhasil melakukan pembekuan terhadap arena-arena kreasi intelektual dan seni. Generasi mudah kehilangan eksistensi untuk mengontrol kekuasan-kekuasan yang tidak adil dan menindas.

Rabu, 20 Desember 2017

Cara Menjadi Seorang Penulis adalah Menulis

Bagi seorang penulis hebat, menulis adalah pekerjaan enteng di banding seorang penulis pemula. Saya pernah nonton Salah satu acara di TV, konten dari acara itu adalah menelusuri jejak para penulis yang pernah Melahirkan Buku-Buku Best Seller.
Saya suda lupa nama penulis itu, ada satu penulis di intervieuw oleh seorang Reporter tentang apa yang memotivasi setiap orang untuk menjadi penulis. Menurutya, berbicara tentang apa yang menjadi motivasi setiap orang jadi penulis itu sangat bermacam-macam.
Menulis pada Intinya bukan sebuah Profesi, atau pekerjaan, Menulis hanyalah sebuah rutinitas biasa, tetapi daya merangsang orang-orang sampai menjadi kebiasaan setiap hari.
Seringkali orang menulis itu terinspirasi terhadap fenomena di sekeliling hidupanya. Misalnya, ketika teman atau sahabatnya sukses karna berhasil menjadi penulis. Dan karya-karya tulisnya sangat dirindukan Publik.
Menulis secara Psikolgis adalah aktifitas yang merangsang, merefleksikan otak agar bekerja secara Produktif. Menjernihkan kesehatan otak juga diperlukan asupan-asupan gizi pengetahuan. Membaca Buku, Opini, Koran, dan berbagai media atau akses pengetahuan lainya.
Kita pasti mengenal Seorang Penulis perempuan Asma Nadia. Karya-karya monumentalnya sukses merambah dunia menulis buku. Sudah banyak Karya miliknya di serialkan dalam bentuk filem.
filem berjudul "Duka Sedalam Cinta" yang di Rilis pada pertengahan tahun 2017. Sebuah Serial Filem yang menceritrakan tentang Kehidupan di Maluku Utara.
Dan banyak lagi Novel dari hasil buah pikir seorang Asma Nadia. Menurut saya, Menjadi seorang penulis Buku Best Seller seperti Asma nadia membutuhkan energi dan Motvasi yang cukup. 


Guru Tanpa Gelar Sarjana

Saya ingat seorang sosok petuah kampung, seringkali dijuluki guru tanpa gelar Sarjana. 

Pesan-pesan moralnya cukup menggelitik, banyak yang tak peduli nasehatnya akhirnya gagal bertubi-tubi. 

Satu hal yang membuat saya kagum pada beliau adalah tenang menyikapi masalah, tuturnya sangat mengibahkan, menunutun ke jalan Iman.

Satu waktu kami duduk bersama, beliau infakkan pengetahuanya kepada saya tentang hakekat kehidupan, bagaimana mengenali diri kita.

Subuh yang sepih bintang perlahan hilang ditelan sang Fajar. Kata-kata beliau memecah hening, letupan-letupan kecil morantak dalam Pikiran saya.

Sekali hentakan Kata, rasa bersalah dalam diri hancur berkeping. Kesadaran pun muncul dan mencekap diri agar tak lagi mengulangi perbuatan merusak diri.

Satu kalimat saya simpan dalam rak pikiran saya dan utuh sampai detik ini adalah tentang Keputusan. 

Beliau pernah berpesan "Nak Allah SWT Itu Memberi isyarat Ke dalam hati Kita, Jadi Ikutlah kata hatimu ketika hendak mengambil satu Keputusan". 

Menurut Beliau "Setiap Keputusan Manusia terdapat Bisikan Tuhan di dalamnya". Seperti Petir menyambar tubuh saya, ketika hentakan kalimat itu terlontar dari Mulut Beliau.

Kebaikannya selalu tertanam kedalam fondasi keimana yang sulit dimengerti oleh siapapun. Saya merasa hampir tak ada nilai apa-apa kalau hanya sekedar berterima kasih dalam bentuk materi. Sebab Kemampuan seorang Guru tak bergelar sarjana yang satu ini tak tergantikan oleh apapun. 

Saya sering merenung dalam diam panjang, beliau telah mengubah diri saya, Bahkan hidup saya melalui nasehat-nasehatnya. 

Tak hanya saya, ada beberapa sahabat karib saya pun pernah berucap kepada saya. Bahwa beliau (Sang Guru Tanpa Gelar Sarjana) punya jasa besar tehadap mereka.

Kepribadian beliau patut dicontohi, Keimanan beliau terhadap Islam begitu mempuni membuat beliau menjadi sosok pribadi manusia yang berbeda dengan Pribadi lainya Di Kampong (Desa).

Saat ini beliau telah tiada, dan sudah sejak lama pergi menghadap sang Ilahi. Tetapi Beliau selalu hadir dalam jiwa dan batin saya ketika mengingat-ingat nasehat beliau yang telah mengakar ke dalam sanubari sampai detik ini.

Setiap Jidat Saya tunduk diatas persada (Sholat) Allah. Selalu bermohon pada Sang Robby agar selalu menempatkan beliau kedalam Firdausnya.

Semoag Khusnul Khotimah Sang Guru Tanpa Gelar Sarjana.

Wassalam....!


Selasa, 19 Desember 2017

Politik Domestis

Berbicara tentang konsep dasar kepemimpinan ada beberapa kriteri yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin terutama dalam konteks islam. pertama, Shiddiq (benar dan jujur), adil ramah dan istiqomah, Kedua Fhatanah atau kecerdasan, seorang pemimpin wajib memiliki kemampuan terntentu. Misalnya, Kecerdasan intelektual dari segi ilmu pengetahuan, berwawasan luas, serta kecerdasan emosional, dan spiritual. Seorang pemimpin harus berlaku bijaksana, tidak boleh memperlakukan orang lain atau bawahanya dalam batas kewajaran.
Secara Terminologi defenisi tentang kepemimpinan sangat banyak, namun tujuanya hanya satu, bagaimana seorang pemimpin haram hukumnya mengabaikan nilai-nilai kepentingan secara umum. mengedepankan asas kejujuran, keadilan dimata kepentingan orang banyak adalah akar fundamental seorang pemimpin agar menjaga marwahnya sebagai seorang pemimpin. Fenomena cukup menarik menurut saya, di Era melenial dalam istilah kekinian bahwa hampir sulit kita bedakan antara pemimpin dan penguasa.
Saya mencoba gunakan tema "Politik Domestis" sebagai parameter untuk mengukur sejauh mana peran pemimpin di Era sekarang dalam mengimplementasi nilai-nilai keadilan sosil, kejujuran, dan kebijaksanaan. Satu catatan penting yang perlu digaris bawahi, dinamika demokrasi antra prosedural dan substansial tidak seimbang menyeret makna  kepemimpinan menjadi  penguasaan. hampir sebagian besar Publik menyaksikan dengan mata telanjang, bahwa orang lebih dominan menggunakan kata kekuasaan dari pada pemimpin. Rasionalitas publik mengalami sebuah degradasi besar, mereduksi secara negatif terhadap makna kepemimpinan sesungguhnya.
Seringkali kalangan tertentu secara netral menyebutkan bahwa, pemimpin yang baik itu adalah seorang pemimpin yang mampu memenuhi kepentingan orang banyak, dan mengurangi tendensi kepentingan kelompok satu sama lain. Sejauh ini kita telah banyak melihat,orang-orang mulai tersdutkan karna mengunakan kaca mata kuda untuk meneropong ciri-ciri pemimpin yang baik dan peduli kepada masyarakat. Misalnya, Praktek-praktek gerakan politik turun gunung, atau istilah lebih trand adalah blusukan ke masyarakat, trurun ke selokan-selokan seperti yang pernah diperankan jokowi hingga menghantarkan dia sebagai orang Nomor satu bangsa ini menjadi sandaran dalam memaknai sosok pemimpin ideal.
Memang, dilain sisi gerakan Blusukan adalah cara paling efektif melihat langsung kondisi sosial ekonomi masyarakat. Namun, Apabila gerakan tersebut disetting guna membentuk paradigma publik, menggalang simpati politik, atau lebih sedehanya Pencitraan Politik, menurut saya adalah bentuk sandiwara yang dikemas dengan ilustrasi-ilustrasi berbasis politis. Konsep melayani dalam konteks kepemimpinan, bukanlah seseorang pemimpin turun ke jalan memberikan bantuan secara langsung, tetapi yang terpenting adalah proses implementasi kebijakannya terdistbusi secara merata atau tidak. Sebetulnya, Reformasi yang telah diretas dalam bentuk regulasi terkait pembagian kekuasaan atau otoritas dari pemerintah pusat sangat demokrtais, meskipun nilai demokratis hanya ada diseputar ranah prosedural.
Reformasi birokrasi dan ketatanegaraan yang merekonstruksi sistem pembagian kekuasaan atau umumnya disebut dengan Otonomi Daerah ini. merupakan kesempatan luar biasa bagi setiap daerah. sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan ke daerah adalah wujud komitmen secara konstitusional sebagai negara yang menganut prinsip demokrasi. meskipun demikian, Otonomisasi berusia belia ini membutuhkan reformasi sosial, ekonomi, dan budaya secara total. Otonomi daerah adalah implikasi dari upaya-upaya kebijakan politik untuk menciptakan sebuah pemerataan pembangunan secara fisik maupun non fisik.
Persoalan Geografis memengaruhi upaya pelayanan publik secara merata, rentan kendali adalah satu alasan sangat krusial oleh pemerintah dalam pembagian otoritas kebijakan. Selama ini, dalam kaca mata publik melihat implementasi demoratis dari otnomi daerah dari segi pembangunan fisik, misalnya pelayanan Publik, Infrastruktur jalan, jembatan masih jau dari angan-angan tentang kemajuan suatu daerah. Intinya menurut saya adalah, seorang pemimpin dengan model kepemimpinannya dominan beradaptasi dengan selera pasar dan pengusaha berdampak terhadap program-program pembanginan berbasis partisipatif.
Minimny perhatian pemerintah terhadap masyarakat sebagai sumber daya sosial yang mempunyai pengaruh sangat penting terhadap skala sukses sebuah pembangunan cenderung terabaikan begitu saja. Otonomi daerah harus dipahami secara cerdas oleh setiap Kepala Daerah seperti Bupati, Walikota, dan Gubernur bahwa desentralisasi adalah proses politk untuk memfasilitasi partisipasi yang lebih besar dari masyarakat dalam identifikasi masaalah, penetapan Proyek pembangunan, perencanaan dan pelaksanaan, yang pada giliranya meningkatkan keberlanjutan kemakmuran sosial masyarakat di daerah-daerah. Max Regus "Diskursus Politik Lokal". (2015).


.........................................
........................................


Genap Satu Tahun, Lelaki Pemarah dan Suka Protes itu Kembali Untuk Selamanya

Pada tanggal 7 Desember 2015, Lahir dengan sempurna, menangis seperti bayi pada umunya, sebagai tanda ia telah datang di dunia setelah sekia...