Berbicara tentang konsep dasar kepemimpinan ada beberapa kriteri yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin terutama dalam konteks islam. pertama, Shiddiq (benar dan jujur), adil ramah dan istiqomah, Kedua Fhatanah atau kecerdasan, seorang pemimpin wajib memiliki kemampuan terntentu. Misalnya, Kecerdasan intelektual dari segi ilmu pengetahuan, berwawasan luas, serta kecerdasan emosional, dan spiritual. Seorang pemimpin harus berlaku bijaksana, tidak boleh memperlakukan orang lain atau bawahanya dalam batas kewajaran.
Secara Terminologi defenisi tentang kepemimpinan sangat banyak, namun tujuanya hanya satu, bagaimana seorang pemimpin haram hukumnya mengabaikan nilai-nilai kepentingan secara umum. mengedepankan asas kejujuran, keadilan dimata kepentingan orang banyak adalah akar fundamental seorang pemimpin agar menjaga marwahnya sebagai seorang pemimpin. Fenomena cukup menarik menurut saya, di Era melenial dalam istilah kekinian bahwa hampir sulit kita bedakan antara pemimpin dan penguasa.
Saya mencoba gunakan tema "Politik Domestis" sebagai parameter untuk mengukur sejauh mana peran pemimpin di Era sekarang dalam mengimplementasi nilai-nilai keadilan sosil, kejujuran, dan kebijaksanaan. Satu catatan penting yang perlu digaris bawahi, dinamika demokrasi antra prosedural dan substansial tidak seimbang menyeret makna kepemimpinan menjadi penguasaan. hampir sebagian besar Publik menyaksikan dengan mata telanjang, bahwa orang lebih dominan menggunakan kata kekuasaan dari pada pemimpin. Rasionalitas publik mengalami sebuah degradasi besar, mereduksi secara negatif terhadap makna kepemimpinan sesungguhnya.
Seringkali kalangan tertentu secara netral menyebutkan bahwa, pemimpin yang baik itu adalah seorang pemimpin yang mampu memenuhi kepentingan orang banyak, dan mengurangi tendensi kepentingan kelompok satu sama lain. Sejauh ini kita telah banyak melihat,orang-orang mulai tersdutkan karna mengunakan kaca mata kuda untuk meneropong ciri-ciri pemimpin yang baik dan peduli kepada masyarakat. Misalnya, Praktek-praktek gerakan politik turun gunung, atau istilah lebih trand adalah blusukan ke masyarakat, trurun ke selokan-selokan seperti yang pernah diperankan jokowi hingga menghantarkan dia sebagai orang Nomor satu bangsa ini menjadi sandaran dalam memaknai sosok pemimpin ideal.
Memang, dilain sisi gerakan Blusukan adalah cara paling efektif melihat langsung kondisi sosial ekonomi masyarakat. Namun, Apabila gerakan tersebut disetting guna membentuk paradigma publik, menggalang simpati politik, atau lebih sedehanya Pencitraan Politik, menurut saya adalah bentuk sandiwara yang dikemas dengan ilustrasi-ilustrasi berbasis politis. Konsep melayani dalam konteks kepemimpinan, bukanlah seseorang pemimpin turun ke jalan memberikan bantuan secara langsung, tetapi yang terpenting adalah proses implementasi kebijakannya terdistbusi secara merata atau tidak. Sebetulnya, Reformasi yang telah diretas dalam bentuk regulasi terkait pembagian kekuasaan atau otoritas dari pemerintah pusat sangat demokrtais, meskipun nilai demokratis hanya ada diseputar ranah prosedural.
Reformasi birokrasi dan ketatanegaraan yang merekonstruksi sistem pembagian kekuasaan atau umumnya disebut dengan Otonomi Daerah ini. merupakan kesempatan luar biasa bagi setiap daerah. sebagian kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan ke daerah adalah wujud komitmen secara konstitusional sebagai negara yang menganut prinsip demokrasi. meskipun demikian, Otonomisasi berusia belia ini membutuhkan reformasi sosial, ekonomi, dan budaya secara total. Otonomi daerah adalah implikasi dari upaya-upaya kebijakan politik untuk menciptakan sebuah pemerataan pembangunan secara fisik maupun non fisik.
Persoalan Geografis memengaruhi upaya pelayanan publik secara merata, rentan kendali adalah satu alasan sangat krusial oleh pemerintah dalam pembagian otoritas kebijakan. Selama ini, dalam kaca mata publik melihat implementasi demoratis dari otnomi daerah dari segi pembangunan fisik, misalnya pelayanan Publik, Infrastruktur jalan, jembatan masih jau dari angan-angan tentang kemajuan suatu daerah. Intinya menurut saya adalah, seorang pemimpin dengan model kepemimpinannya dominan beradaptasi dengan selera pasar dan pengusaha berdampak terhadap program-program pembanginan berbasis partisipatif.
Minimny perhatian pemerintah terhadap masyarakat sebagai sumber daya sosial yang mempunyai pengaruh sangat penting terhadap skala sukses sebuah pembangunan cenderung terabaikan begitu saja. Otonomi daerah harus dipahami secara cerdas oleh setiap Kepala Daerah seperti Bupati, Walikota, dan Gubernur bahwa desentralisasi adalah proses politk untuk memfasilitasi partisipasi yang lebih besar dari masyarakat dalam identifikasi masaalah, penetapan Proyek pembangunan, perencanaan dan pelaksanaan, yang pada giliranya meningkatkan keberlanjutan kemakmuran sosial masyarakat di daerah-daerah. Max Regus "Diskursus Politik Lokal". (2015).
.........................................
........................................