Saya sengaja menggunakan kata "Garasi" sebagai analogi untuk mereduksi dinamika Politik bagi Pemilihan Umum Kepala Daerah (PILKADA).
Kata garasi tak asing lagi ditelinga kita. Garasi umunya kita tahu adalah tempat parkiran mobil. Saya mencoba mengunakan istilah tersebut ke dalam konteks kekuasaan.
Iya, Garasi Kekuasaan menurut saya adalah kalimat sangat tepat dialamatkan kepada Situasi Politik Nasiona Maupun Lokal. Kali ini saya mengunakan realitas dan Fakta-fakta tentang Iklim Politik Maluku Utara. Sejak Maluku Utara mekar terpisah dari Provinsi Maluku, Ambon kala itu sebagai Ibu Kota Provinsi Maluku.
Saat ini, tantangan dihadapi maluku utara menuju masa-masa sulit. Beberapa kali Pemilihan Kepala daerah maluku utara selalu menyisahkan problem tragis.
Siapa yang mempunyai modal Ekonomi yang kuat akan berpotensi menangkan pemilu. Masyarakat maluku utara mengalami distras politik secara massif. Sebab selama ini masyarakat selalu jadi onderdil kepentingan kelompok yang mempunyai kepentingan.
Masyarakat diperalat dengan materi, mengarahkan semua pemikiran publik menggunakan kekuatan materi. Politik hanyalah sebuah garasi kekuasaan bagi mereka yang mapan. Demokrasi hanyalah dinding-dinding yang dibangun bukan untuk sebuah emansipasi sosial. Hampir sangat sulit kita temukan, masyarakat menjadi pemilik demokrasi. Konsep dari Rakyat,oleh Rakyat, dan Untuk Rakyat hanyalah omong Kosong belaka.
Sampai kapan Politik jadi instrumen sejati, memediasi kepentingan publik sebagai wujud hakekat sebagai negara demokrasi. Partai Politik yang selama ini dianggap sebagai Fasikitas demokrasi hampir sangat sulit lahirkan calon-calon pemimpin negarawa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar