berbicara tentang politik, hampir sangat sulit kita menyudahinya pada setiap diskusi-diskusi publik, selebihnya beragam opini hangat terkait politik terus mengemuka sangat massif. Di era atau jaman dimana kehidupan kita lebih dominan dipengaruhi oleh isu-isu politik.
Kenapa saya sengaja menyentil, melalui judul di atas bahwa "Politik Bukan Barang Mewah". Semua orang pasti akui, wacana seputar dinamika politik hampir menembus diberbagai kalangan masyarakat. Tidak hanya Praktisi, akademisi, aktivis, bahkan masyarakat kelas akar rumput pun tak mau ketinggalan pengetahuan tentang politik.
Adanya sistem demokrasi, masyarakat tradisional, maupun masyarakat moderen atau maju lebih leluasa. Memanfaatkan kebebasan berbicara dan berpendapat sebaik mungkin. Tak segan-segan publik masyarakat sesekali mensuplai gagasan untuk mengritik setiap kebijakan pemerintah yang kurang mengena kebutuhan Vital masyarakat.
Hak berbicara politik bukan hanya untuk mereka-merak yang menempati posisi penting di negara maupun di daerah. Tetapi masyarakat kecil ambil bagian, turut campur, atau lebih idel kita sebut partisipasi demokrasi. Tentu, tujuanya adalah segala kepentingan yang bersifat ril, aspirasi yang tertampung dari bawah dapat diakomodir secara baik dan benar.
Meskipun, politik bukan lagi sebagai barang mewah, tetapi politik sendiri adalah instrumen kebijakan maupun keputusan. Sebagai negara penganut demokrasi, sangat perlu menjunjung tinggi kejujuran, keadilan, kebebasan dan persamaan di dalam kehidupan ekonomi, sosial, politik serta budaya. Sehingga, politik tidak sekedar jadi parasit kekuasaan, sebagai alat untuk memuliakan kepentingan bersifat pribadi dan keluarga.
Tetapi, politik merupakan mata rantai dalam menciptakan kehidupan sosial, ekonomi yang selaras, seimbang demi menggapai cita-cita kemerdekaan yang selama ini tertunda oleh konspirasi kepentingan sesaat.
Saya melihat ada keanehan dalam pelaksanaan ritual-ritual berdemokrasi. Segala bentuk keputusan, dan kebijakan lebih dominan mengabaikan aspek substansi demokrasi. Politik sendiri, tersubstitusi, bukan sebagai alat untuk mencapai keputusan penuh adil. Justru dijadikan sebagai tujuan merebut kekuasaan.
Jangan heran, ketika ada calon pemimpin negara, maupun daerah lebih dominan menunjukkan cara-cara rakus rebut kekuasaan. Karena, secara fundamental, dan teoritik bahwa politik itu sebuah proses merebut otoritas, pengakuan menjadi bukan sebagai pemimpin, tetapi sebagai penguasa tunggal.
Semangat otonomisasi belum menjadi lokomotif demokrasi secara substantif. Dua menara kembar demokrasi, yakni Kebebasan (LIBERTY), dan Persamaan (PARTY) hanya sebatas wacana. Dalam konteks keindonesiaan, pancasila tidak lagi dijadikan sebagai utas moral untuk menata sistem yang lebih baik dan berpihak kepada rakyat.
Dari beberapa pengalaman perjalanan politik sebelumnya, khususnya pemilihan umum kepala daerah yang lebih akrab di singkat PILKADA itu. Telah memberi citra buruk bagi proses perjalanan demokrasi di bangsa ini. Gesekan kepentingan politik antara kelompok yang berbeda identitas sosial menguat di tengah diskursus PILKADA pada tahun 2018, memberi sinyal darurat demokrasi.
Saling sikut, dan sikat dalam bergaining posisi kepentingan 2018 secara kasat mata bahwa para elit-elit negara dan para peting-petinggi partai politik menyusun formasi permanen demi agenda Pemilihan Presiden, dan legislatif tahun 2019 mendatang.
politik bukan merupakan barang mewah, justru politik sendiri jadi wadah para elit-elit Penguasa mengekspresikan kemewahan. Seringkali kita jumpai opini-opini kurang berbobot seperti, uang adalah kunci kemenangan sebuah kompetisi politik. Kendati, fakta itu benar-benar menodai kebebasan dan persamaan hak setiap masyarakat, namun kita tidak bisa berbuat apa-apa.
Sebagain besar peserta pemilih indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan, sehingga mereka cenderung Melihat momentum pilkada sebagai kesempatan memungut pundi-pundi rupiah.
Cost Politik, Money Politik, adalah tradisi yang sudah dianggap wajar oleh segelintir masyarakat. Serangan fajar dalam istila money politik moderen, masih menghiasi dinamika percaturan politik dan demokrasi di negara indonesia yang kita cintai ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar