Konspirasi Politik Lokal



Tak jarang kita mendengar orang-orang menggunakan istilah konspirasi global, kali ini saya menggunakan istilah konspirasi lokal sebagai pijakan awal mengilustrasikan realitas sosial, ekonomi, politik dan budaya kedalam skala yang lebih kecil. Saya memilih Maluku utara sebagai studi kasus untuk membedah dinamika persekongkolan kelompok para elit politik lokal, selebihnya pengusaha yang selalu memagari dinding hasrat para penguasa lokal. Mungkin sudah tidak asing lagi kita memberi stempel bahwa desentralisasi selama ini hanya memproduksi raja-raja kecil yang hobi menghasut public dengan cara-cara di luar garis akal sehat.
Saya tentu memiliki catatan penting tentang pasang surut dinamika sosial, politik dan ekonomi pada tingkat lokal. Sederet peristiwa terjadi pada pemilihan kepala daerah secara serentak beberapa tahun lalu memicu guncangan konflik luar biasa, demokrasi lokal ibarat area pembenturan hasrat kebencian antara sesame warga, apalagi warga yang berbeda domain kepentingan dengan calon kepala daerah yang diyakini mewakili komunitas tertentu secara primordial. Menurut hemat saya, kapan saja Pemilihan Kepala daaerah kembali digelar akan terjadi dinamika yang sama, sebab ruang-ruang politik hasil gagasan merebut kemenangan halalkan segala cara sesungguhnya patron-patron gerakanya adalah pendatang baru berwajah lama.
Demokrasi lokal betul-betul mencemaskan masa depan pembangunan, penggunaan politik kaca mata kuda oleh segelintir elit politik lokal mengacak-acak nilai-nilai kearifan lokal yang selama ini lestari dalam sanubari masyarakat. Bermunculan pertanyaan akibat wajah perpolitikan daerah yang seakan menampar keras idealism-idealisme sejati para aktivis, ekademisi, dan para pemikir-pemikir tingkat lokal. Mengapa Intrik-intrik politik destruktif cenderung mendominasi perilaku para calon pemimpin kepala daerah ? padahal esensinya setiap orang yang hadir mencalonkan diri sebagai pemimpin, dimana ketika terpilih dia akan menyerahkan segenap jiwa dan raganya demi kepentingan keumatan, warga dan bangsa.
Menggunakan bahasa memperbaiki nasib, memperkaya diri, dan upaya menata latar belakang ekonomi keluarga sepertinya bukan merupakan tuturan cukup tepat, pasalnya, rata-rata setiap orang menjadi calon kepala daerah sudah tergolong sangat mapan dari segi ekonomi. Lalu apakah yang melatari, atau memotivasi mereka mensiasati politik segala macam cara merebut kemenangan. Dan pada akhirnya, menang sekalipun dia gagal jadi cermin pemimpin teladan bagi Umat dan bangsa, bahkan kerap kali sudah membudaya, kekuasaanya dikemas bak urusan keluarga, Korupsi, Kolusi, dan nepotisme merajai segala kebijakan yang dilakukan.
Bebearapa hari terahir, public Maluku utara kembali heboh, ketika gubernur Maluku Utara KH. Abdul Gani Kasuba menyambangi Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meminta agar KPK mengawal proses pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Provinsi Maluku Utara tahun 2018. Muncul berbagai prasanga, dan spekulasi politik dari berbagai pihak, kedatangan gubernur ke KPK kalau dilihat dari segi komunikasi semiotic memberi isyarat bahwa Pembahasan RAPBD 2018 beraroma tendensi tindakan korupsi.
Salah satu anggota DPR Provinsi Fraksi Nasdem Ishak Naser Kepada salah satu media Online (IndoTimur) tersinggung dengan sikap gubernur, mengancam akan mempolisikan Gubernur yang tidak kooperatif. Saling sikut antara Anggota DPR Provinsi dan Gubernur Maluku utara adalah cermin bahwa hubungan antara eksekutif dan legislative sedang diterpa badai kepentingan politik, apapun alasanya Publik tetap melihat dengan sudut pandang mereka masing-masing. Ada yang melihat dengan nada mensupport sikap gubernur, ada pula menyudutkan gubernur sebagai kepala daerah tidak perlu melakukan tindakan demikian. Tugas KPK sudah diatur dalam regulasi, tanpa ada laporan pun KPK bisa melakukan tugas mereke sebagaimana mestinya.
Saya justru melihat dari sudut pandang berbeda, gubernur secara kelembagaan menjaga marwah pemerintahan agar selalu bersih dari tuduhan-tuduhan negatif, meminimalisir kebijakan dari syarat-syarat korupsi. Tentu hal ini sah-sah saja, jika seandainya usia kepemimpinan hampir diujung tanduk ini tidak menyisahkan problem pembangunan, sejauh telinga mendengar, dan terlintas secara kasat mata, bahwa selama empat tahun masa kepemimpinan KH. Abdul Gani Kasuba belum mampu memberikan yang terbaik untuk Maluku utara. Di sisi lain, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi Maluku utara pun belum menunjukkan kinerja dan fungsinya dengan baik. Kompensasi-kompensasi politik terselubung selama ini masih menjadi hobi para wakil rakyat, polemic seringkali mencuat sangat erat kaitanya dengan masaalah angka-angka.
Ketimpangan sosial, ekonomi, dan politik di daerah membumbung tinggi akibat terjadi distorsi kepentingan politik sepihak antara Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif. Ketiga lembaga negara ini berjalan tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya, diskursus demokrasi dalam istilah HABERMAS berlangsung kurang selaras dengan kepilaranya sehingga kegaduhan antar tiga pilar demokrasi tersebut merumuskan kebijakan tidak sehat, tentu berimplikasi secara kritis bagi kepentingan masyarakat. Ditengah kegaduhan antara Gubernur dan DPR terlihat sangat jelas, bahwa konspirasi politk lokal itu telah memulai babak baru, Pemilihan Umum Kepala Daerah (PILKADA) tahun 2018 bisa jadi merupakan variable politik yang memungkinkan bahwa polemic ini benar adanya sebagai bagian dari konspirasi politik Lokal.
Jika mencermati secara detail, otentik, dan demokratis, iklim politik berlangsung lima tahun sekali dari Pemilihan Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota, dan Legislatif melahirkan turbulence demokrasi sangat massif. Pemilihan umum berlangsung selama ini menyeret visi demokratisasi kedalam jurang mematikan, catatan-catatan pelaksanaan PEMILU cenderung cacat hukum, proses penyaluran hak demokrasi oleh masyarakat dijadikan investasi politik bagi instrument demokrasi seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU) baik pusat maupun daerah. Demokrasi dalam hemat saya, adalah sebuah ruang membangun GARASI, dan GARANSI kekuasaan bagi orang-orang kuat, orang-orang yang dianggap hebat memainkan scenario atas panggung politik bangsa ini, yang terkonrol penguasa partai, partai politik merupakan saluran komunikasi politik kekuasaan sangat mematikan. Terkadang pemimpin idealism sekalipun, mata rantai itikad baik membangun demi kepentingan masyarakat pun disesaki dengan kepentingan partai politik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Genap Satu Tahun, Lelaki Pemarah dan Suka Protes itu Kembali Untuk Selamanya

Pada tanggal 7 Desember 2015, Lahir dengan sempurna, menangis seperti bayi pada umunya, sebagai tanda ia telah datang di dunia setelah sekia...